Produk lokal Seni ukir Jepara yang mendunia


Berkunjunglah ke Jepara, kota di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah. Diamlah sejenak, setelah itu dengarkanlah bermacam- macam bunyi khas yang terdengar dari banyak rumah- rumah di kota ini. Apa yang kita dengar? Suara ketuk palu bertalu- talu keras serta lembut dari para pemahat yang tengah berkerja membentuk berbagai karya seni ukiran dari lempengan serta bongkahan kayu.

Semenjak abad ke- 19 wilayah Jepara sudah diketahui luas selaku wilayah yang memproduksi mebel serta ukiran yang populer di Indonesia. Teruji dengan terdapatnya penghargaan dari sebagian golongan baik dalam serta luar negara serta melaporkan Jepara selaku suatu kawasan terpadu penghasil mebel serta ukiran.

Di kota Jepara, aktivitas mengukir serta memahat buat menciptakan mebel serta karya seni ukiran sudah jadi bagian dari budaya, seni, ekonomi, sosial serta politik yang sudah lama tercipta serta sukar buat dipisahkan dari pangkal sejarahnya.

Mebel serta ukir Jepara mempunyai sejarah yang lumayan panjang sebab keahlian bertukang serta mengukir diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Kerutinan ini juga seolah terasah serta tumbuh menjajaki perkembangangan era yang terus menjadi maju, tetapi jiwa seni serta ketrampilan yang dipunyai oleh para pengrajin ini seolah tertanam dengan kuatnya.

Hendak namun, dikala era berganti, keahlian yang dahulu bertabiat belajar sendiri saat ini dibesarkan bersamaan dengan kenaikan jumlah peminat dari dalam serta luar wilayah apalagi luar negara. Bermacam Lembaga Pembelajaran sudah didirikan buat berikan pelatihan Metode mebel, ukir, serta desain yang terus menjadi tumbuh tanpa meninggalkan karakteristik khas kekayaan seni lokal wilayah itu sendiri.


Legenda Turun Temurun

Legenda tentang pengukir serta pelukis dari era Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit dikisahkan secara turun temurun di kota Jepara. Saking kuatnya legenda itu ditanamkan, sehingga orang mempercayainya selaku sejarah dini mengapa kota ini begitu populer dengan ukirannya serta para pengerjanya begitu mahir menghasilkan karya seni ini.

Konon dulu kala Prabangkara, pakar lukis serta ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya buat melukis isterinya dalam kondisi tanpa busana selaku bentuk cinta si raja. Selaku pelukis, dia wajib melukis lewat imajinasinya tanpa boleh memandang permaisuri dalam kondisi tanpa busana.

Prabangkara melaksanakan tugasnya dengan sempurna hingga kotoran seekor cecak jatuh menimpa lukisan itu sehingga lukisan permaisuri memiliki tahi lalat. Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara tetapi begitu memandang tahi lalat tersebut, hingga marahlah si raja serta menuduh Prabangkara memandang permaisuri tanpa busana sebab posisi tahi lalatnya persis dengan realitasnya.

Prabangkara juga dihukum dengan diikat di layang- layang, diterbangkan, serta setelah itu jatuh di Balik Gunung yang saat ini bernama Mulyoharjo. Prabangkara setelah itu mengarahkan ilmu ukir kepada masyarakat Jepara serta keahlian ukir masyarakat Jepara bertahan sampai saat ini.

Ukiran Jepara telah terdapat semenjak zamannya pemerintahan Ratu Kalinyamat dekat tahun 1549. Anak wanita Ratu bernama Retno Kencono memiliki peranan yang besar untuk pertumbuhan seni ukir. Di era ini kesenian ukir tumbuh dengan sangat pesat ditambah dengan terdapatnya seseorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa serta sangat pakar dalam seni ukir. Sedangkan wilayah Balik Gunung dikisahkan ada sekelompok pengukir yang bertugas buat melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.

Terus menjadi hari kelompok ini tumbuh jadi terus menjadi banyak sebab desa- desa orang sebelah mereka juga turut belajar mengukir. Tetapi, sepeninggal Ratu Kali Nyamat, pertumbuhan mereka terhenti jika bukan dibilang stagnan serta baru tumbuh setelah itu di masa Kartini, pahlawan perempuan yang lahir di Jepara.

Peranan Raden Ajeg Kartini dalam pengembangan seni ukir sangat besar. Dia memandang kehidupan para pengrajin ukir yang tidak beranjak dari kemiskinan serta perihal ini sangat mengusik batinnya. Dia setelah itu memanggil sebagian pengrajin dari dearah Balik Gunung

buat bersama- sama membuat ukiran semacam peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, serta benda cindera mata yang lain, yang setelah itu dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang serta Batavia( saat ini Jakarta), sehingga kesimpulannya diketahuilah mutu karya seni ukir dari Jepara ini.

Pesanan juga banyak berdatangan serta hasil penciptaan pengrajin seni ukir Jepara juga meningkat jenisnya. Sedangkan itu, Raden Ajeng Kartini juga mulai menghadirkan karya seni ukir Jepara ke luar negara dengan membagikan bermacam cindera mata kepada sahabatnya di luar negara. Segala penjualan benda ini sehabis dikurangi oleh bayaran penciptaan, uangnya diserahkan secara utuh kepada para pengrajin yang mana bisa menaikkan taraf hidup mereka yang berkecimpung di bidang ini.


Karakteristik Khas Ukiran Jepara

Ukiran Jepara mempunyai karakteristik khas yang menampilkan kalau ukiran itu berasal dari Jepara ataupun bukan lewat corak serta motifnya. Motif yang sangat populer dari ukiran wilayah ini merupakan Daun Trubusan yang terdiri dari 2 berbagai. Awal, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang ataupun ruasnya.

Ukiran Jepara pula nampak dari motif Jumbai dimana daunnya hendak terbuka semacam kipas kemudian ujungnya meruncing. Serta pula terdapat 3 ataupun 4 biji keluar dari pangkal daun. Tidak hanya itu, salah satu karakteristik khasnya merupakan tangkai relung yang memutar dengan style memanjang serta menjalar membentuk cabang- cabang kecil buat mengisi ruang serta memperindahnya. Identitas khas ini telah lumayan mewakili bukti diri ukiran Jepara.

Ukiran Jepara memiliki karakteristik khas bertabiat akomodatif buat melindungi penyeimbang serta keselarasan dalam area hidup di warga universal. Perihal ini jadi sangat berarti sebab warga Jawa mengutamakan keselarasan dalam kehidupannya tiap hari. Seni ukiran Jepara pula jadi medium buat menampilkan suatu perilaku serta karakter, contohnya: ukiran di wilayah pesisir sifatnya nampak lebih terbuka.

Ukiran Jepara berbentuk mebel serta senir ukir yang lain telah tidak diragukan lagi kualitasnya baik di dalam ataupun di luar negara. Tidak hanya memakai material bermutu besar semacam kayu jati serta tipe kayu- kayu lain yang telah teruji kualitasnya.

Ukiran Jepara berbahan kayu jati, dapat bertahan dengan baik sampai lebih dari 20 tahun lamanya. Tidak hanya itu, kayu jati memiliki tekstur yang halus, serat yang lebih tajam, dan warna yang lebih seragam dibandingkan tipe kayu- kayu yang lain. Walaupun harga mebel Jepara relatif lebih mahal tetapi dengan mutu yang besar serta berkelas, hingga biayanya juga sebanding dengan nilai seninya yang besar.

Tantangan terbanyak dari produk ukiran berbahan kayu merupakan tingkatan ketahanannya terhadap air serta serbuan rayap ataupun ngengat. Satu perihal yang menjadikan mutu ukiran Jepara jadi salah satu yang terbaik merupakan isi minyak natural yang membuat produk ukiran Jepara semacam mebel ataupun furniture tahan air serta serbuan rayap.

Serta, perihal yang terutama di samping kualitas yang baik, mutu ukiran Jepara mempunyai permukaan yang rata serta tidak bergelombang pada mebel ataupun furnitur selaku hasil produksinya. Perihal ini hendak membagikan kesan elegan pada ruangan serta menjadikannya sesuai buat seluruh style riasan apakah itu sentuhan minimalis, klasik ataupun neo- klasik modern, ukiran Jepara hendak senantiasa nampak anggun selaku satu sentuhan bergaya tradisional yang mengesankan.


Bezatish Furniture